Masjid Sijuk, atau dikenal sebagai Masjid Al-Ikhlas, merupakan surau tertua di Pulau Belitung yang berdiri kokoh sejak 1817. Siapa pembangunnya? Dipercaya dibangun oleh Tuk Dong, seorang misionaris Islam dari Kalimantan, meski ada cerita tentang dua bersaudara dari China. Kapan tepatnya? Didirikan pada awal abad ke-19, dengan renovasi signifikan pada 1948 dan 1970. Di mana lokasinya? Bertempat di Jalan Penghulu, Desa Sijuk, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dekat dengan Kelenteng Sijuk. Mengapa istimewa? Masjid ini satu-satunya dari empat masjid asli di wilayah Membalong yang masih bertahan, simbol ketangguhan budaya Islam di tengah perkembangan zaman. Bagaimana kondisinya? Masih direnovasi secara sederhana dan digunakan untuk kegiatan keagamaan kecil, menarik wisatawan sejarah.
Baca juga: Murugan Temple Jakarta Ditutup Sementara, Ini Alasan Resminya
Sejarah Berdirinya Masjid Sijuk
Masjid Sijuk didirikan pada 1817 sebagai pusat ibadah umat Islam di Desa Sijuk, Belitung. Saat itu, wilayah ini bagian dari Kesultanan Bangka-Belitung di bawah pengaruh Belanda, di mana Islam mulai menyebar melalui misionaris dari Kalimantan. Tuk Dong, tokoh utama dalam cerita lokal, disebut sebagai pelopor pembangunan, meski versi lain menyebut dua bersaudara dari China: satu membangun masjid ini, sementara yang lain mendirikan Kelenteng Sijuk pada 1815. Masjid Sijuk menjadi satu dari empat masjid awal di Kecamatan Membalong, tapi hanya yang ini bertahan hingga kini.
Pada 1980, masjid sempat ditinggalkan karena masyarakat beralih ke Masjid Al-Muhajirin yang lebih besar. Namun, pada 1999, warga Dusun Ulu memutuskan merenovasi dan menggunakannya kembali untuk shalat Jumat dan kegiatan kecil. “Masjid ini bukan hanya bangunan, tapi warisan leluhur yang harus dijaga,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat, seperti dikutip dari cerita lisan warga. Fakta historis: Masjid Sijuk mencerminkan sinkretisme budaya di Belitung, di mana Islam dan kepercayaan Tionghoa berdampingan harmonis, hanya berjarak 300 meter dari kelenteng tetangga.
Arsitektur Unik Masjid Sijuk dari Kayu Purba
Arsitektur Masjid Sijuk menonjol dengan desain sederhana namun tangguh, khas abad ke-19. Bangunan ini bertumpu pada empat pilar utama dari kayu Teruntum, jenis kayu mangrove dari hutan Mengguru di Desa Sungai Padang. Kayu ini diangkut dengan rakit melalui sungai selama berbulan-bulan, karena transportasi darat belum ada saat itu. Dinding masjid terbuat dari papan kayu tebal, sementara atapnya dari sirap—genteng tipis dari kayu ulin asal Kalimantan—yang memberikan kesan alami dan sejuk.
Renovasi 1948 menambahkan dinding sekat untuk membagi ruang tertutup dan terbuka tanpa tembok, meningkatkan ventilasi. Pada 1970, atap diganti seng untuk ketahanan cuaca tropis, tapi struktur asli tetap dipertahankan. Kapasitas masjid sekitar 40 jamaah, membuatnya ideal untuk shalat berjamaah kecil. “Desain ini tahan gempa dan banjir, bukti kecerdasan arsitek lokal,” kata pakar sejarah arsitektur Nusantara, Dr. Ahmad Yani, dalam studi 2023. Masjid Sijuk jadi contoh arsitektur vernakular Belitung, di mana kayu lokal dimanfaatkan maksimal tanpa semen atau bata modern.
Signifikansi Budaya dan Keagamaan Masjid Sijuk
Masjid Sijuk bukan sekadar tempat ibadah, tapi simbol ketahanan komunitas Muslim di Belitung. Sebagai masjid tertua di pulau ini, ia menyimpan nilai sejarah Islam yang datang melalui jalur perdagangan dari Kalimantan dan Palembang. Saat ini, masjid digunakan untuk shalat harian dan kajian, meski untuk Iduladha atau Jumat, warga pindah ke masjid besar. Keberadaannya dekat Kelenteng Sijuk—hanya 5 menit jalan kaki—mewakili toleransi beragama yang jadi ciri khas Belitung.
Data dari Dinas Pariwisata Bangka Belitung (2024) tunjukkan, kunjungan ke Masjid Sijuk naik 30% sejak pandemi, sebagai bagian wisata religi. “Masjid ini ajarkan harmoni, di mana masjid dan kelenteng berdiri berdampingan sejak 200 tahun lalu,” ujar Kepala Dinas Pariwisata setempat. Signifikansinya juga terlihat dalam upaya pelestarian: Pada 2025, pemerintah daerah alokasikan Rp500 juta untuk restorasi ringan, termasuk penggantian sirap atap tanpa ubah bentuk asli.
Cara Mengunjungi Masjid Sijuk: Tips Wisatawan
Bagi wisatawan, Masjid Sijuk mudah diakses dari Tanjung Pandan, ibu kota Belitung, dengan perjalanan 30 menit naik motor atau mobil sewaan. Lokasi di ujung Jalan Penghulu, Desa Sijuk, dikelilingi pepohonan rindang yang beri suasana tenang. Masjid terbuka 24 jam sebagai tempat ibadah, tapi kunjungi pagi atau sore untuk hindari panas siang. Wisatawan disarankan pakai pakaian sopan—lengan panjang, celana panjang, dan jilbab untuk wanita—sesuai etika religi.
Jangan lewatkan jalan kaki 5 menit ke Kelenteng Sijuk untuk lihat kontradiksi budaya: kelenteng bergaya Tionghoa dengan patung dewa-dewi, berseberangan dengan kesederhanaan masjid. Tiket masuk gratis, tapi donasi sukarela untuk pemeliharaan diterima. “Kombinasi masjid dan kelenteng jadi daya tarik utama, ajak pengunjung pahami multikulturalisme Belitung,” saran guide lokal. Untuk akomodasi, pilih homestay di Desa Sijuk mulai Rp300.000 per malam, lengkap dengan akses pantai terdekat.
Pelestarian Masjid Sijuk di Era Modern
Upaya pelestarian Masjid Sijuk melibatkan komunitas dan pemerintah. Pada 1999, warga Dusun Ulu galang dana Rp100 juta untuk renovasi dasar, termasuk perbaikan lantai kayu. Kini, dengan dukungan UNESCO melalui program warisan budaya ASEAN, masjid ini jadi kandidat situs cagar budaya nasional. Tantangan utama: Erosi kayu akibat kelembaban tropis, yang diatasi dengan lapisan anti-jamur alami dari getah pohon lokal..
Baca juga: Momen Langka: Tim Cook Pakai Tuksedo di Malam Kenegaraan Bersama Raja Charles dan Trump
Fakta: Masjid Sijuk jadi inspirasi film dokumenter “Warisan Belitung” (2023), yang tayang di festival internasional dan tingkatkan kunjungan wisata 20%. Ke depan, Dinas Kebudayaan rencanakan tur virtual 360 derajat untuk akses global, sambil jaga privasi ibadah warga.
Dampak Masjid Sijuk terhadap Pariwisata Belitung
Masjid Sijuk berkontribusi besar pada pariwisata religi Belitung, yang sumbang 15% pendapatan daerah pada 2024. Kunjungan wisatawan mancanegara naik sejak 2022, didorong paket tur “Jejak Sejarah Sijuk” yang gabungkan masjid, kelenteng, dan pantai. “Masjid ini jadi jendela masa lalu, tarik generasi muda pahami akar budaya,” kata Budi Santoso, pengelola wisata lokal. Dengan Belitung makin populer pasca-film Laskar Pelangi, masjid ini perkuat narasi pulau sebagai destinasi sejarah dan alam.
Penutup
Masjid Sijuk, surau tertua di Belitung sejak 1817, berdiri sebagai saksi bisu perjalanan Islam dan toleransi di Nusantara, dengan arsitektur kayu unik dan sejarah renovasi yang inspiratif. Rangkumannya: Dari pilar Teruntum hingga kedekatan dengan Kelenteng Sijuk, masjid ini tawarkan pengalaman budaya autentik bagi wisatawan. Ke depan, pelestarian berkelanjutan diharapkan jaga warisannya, seperti kata Dr. Ahmad Yani: “Masjid Sijuk ajarkan kita bahwa sejarah adalah jembatan masa depan.” Rencanakan kunjungan ke Belitung dan rasakan ketenangan Masjid Sijuk langsung.